Kendati harus berjalan merangkak, karena sejak lahir, Slamet menderita kelainan pada fisik badan, kaki dan tangan, namun pemuda yang masih lajang ini tetap setia meluangkan waktu setiap sore sampai menjelang maghrib mengajarkan baca tulis al-Qur’an.
“Saya mulai mengajar sejak tahun 97-98, awalnya hanya beberapa anak yang belajar, tapi lambat laun bertambah banyak. Sekarang mencapai 60 an anak yang belajar mengaji,” ungkap Slamet saat media ini berkesempatan berbincang sore itu.Keinginan Slamet sangat sederhana, ia ingin agar anak-anak di kampungnya bisa membaca Al-Qur’an, dapat sholat dan menguasai ilmu agama sebagai bekal kelak.
“Saya pingin agar anak-anak kelak bisa mendoakan orang tuanya dan mempunyai bekal ilmu agama yang cukup,” harapannnya.
Menurut beberapa penuturan warga, Slamet dikenal sebagai sosok pemuda pendiam, tidak neko-neko dan rajin ibadah.
“Anaknya baik, rajin puasa, ibadah sholat lima waktunya tak pernah ketinggalan. Bahkan kalau tidak ada yang menggendong ke mushola, Slamet akan merangkak menuju mushola. Jaraknya 50 meter dari rumah,” kata Casropah, ibunda Slamet menyambung keterangan warga.
Dikatakan Casropah, kemana-mana Slamet selalu digendong bapaknya. semisal ke mushola atau ketempat lainnya.
Ketika kami berhalangan untuk mengurusnya, karena harus mencari nafkah. Saya pasti akan titip ke saudara atau teman untuk mengawasi atau menggendong Slamet ke mushola atau ketempat lainya,” timpal Casropah mengisahkan.
Sadar tak mau menjadi beban bagi orang lain, Slamet mengaku menghidupi dirinya dan membantu orang tuanya dengan berjualan pulsa serta membuat kerajinan dari enceng gondok. Semoga kisah ini menjadi pengingat untuk kita agar senantiasa bersyukur dan optimis.