Mengharukan! Lelaki Pasukan Orange Bawa Ibunya yang Stroke ke Tempat Kerja, Relakan Separuh Gajinya untuk Biaya Pengobatan Sang Bunda
Sabtu, 27 Februari 2021
Edit
Perjuangan seorang anak untuk ibunya memang menjadi hal yang bisa dibanggakan.Bagaimanapun keadaannya, jika seorang anak lebih mementingkan orang tuanya merupakan sebuah kebaikan.
Seperti perjuangan Hidayat (38) merawat ibunya yang stroke dan memiliki keterbatasan berbicara sungguh mengharukan. Petugas PPSSU Kelurahan Gedong, Jakarta Timur, yang sehari-hari menyapu jalanan dan membersihkan got ini tak membiarkan dirinya jauh sejengkal pun dari ibunya.
Hanya Heriana (69) sang ibu yang Hidayat masih miliki. Sementara ayahnya, Ahmad Basuki, sudah meninggal beberapa tahun lalu karena penyakit maag.
Hidayat menjadi pasukan oranye, sebutan anggota PPSU, sejak 2015 silam dan selama ini sang ibu selalu berada di dekatnya saban ia kerja.
Ada alasan kuat Hidayat tetap membawa ibunya. "Setiap kerja saya selalu bawa ibu," ungkap Hidayat kepada TribunJakarta.com, Kamis (4/6/2020).
"Saya belum menikah. Jadi, enggak mungkin ninggalin ibu di rumah sendiri," sambung Hidayat.
Menurut dia, kondisi ibunya semakin memprihatinkan setelah terjatuh di kamar mandi.
Tubuh sebelah kanan Heriana sudah tak berfungsi normal atau mati rasa. Diperparah lagi sang ibu tak bisa bicara sejak satu setengah lalu.
Sejak pukul 04.00 WIB, Hidayat sudah bangun untuk mengurusi ibunya.begitu telaten memandikan hingga memakaikan popok Heriana.
Tak lupa, Hidayat menyuapi ibunya sarapan sebelum bergegas pergi ke tempat kerjaan.
Selanjutnya, ia mendorong kursi roda ibunya menuju Kantor Kelurahan Gedong untuk mengisi kehadiran.
Dari sana, Hidayat menuju zona kerjanya dengan menyapu di Jalan Beringin RW 4, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Hidayat membutuhkan waktu selama 15 menit untuk sampai di zonanya.
Kehadiran sang ibu yang selalu diajak serta ke tempat kerja, tak membuat Hidayat merasa terganggu. Apalagi sampai terlambat di lokasi kerja.
"Pas sampai di zona, saya taruh ibu di tempat adem. Biasanya di emperan jalan atau numpang di halaman rumah orang. Habis situ saya baru nyapu," ungkapnya.
Setelah zonanya bersih dari sampah, Hidayat selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan ibunya.
Walau tak mengerti bahasa ibunya, Hidayat selaku mencari topik pembicaraan.
Tak jarang, ibunya kerap meneteskan air mata tanpa sebab melihat Hidayat yang menghiburnya.
"Ibu saya pukul 10.00 WIB pasti saya suapin makan, di situ sambil ngobrol. Ibu sering nangis. Mungkin kasihan saya urusin dia sendiri sambil kerja juga."
"Tapi kalau saya enggak nangis, saya ikhlas rawat orangtua saya," katanya.
Hidayat menyebut ibunya juga sering menangis ketika musim hujan tiba. Sebagai anak ia semakin tak tega membiarkan ibuya di rumah sendirian.
Mau tak mau, ia tetap membawa ibunya dengan memakaikan jas hujan dan menerjang derasnya rintikan hujan.
"Kalau hujan ibu tetap saya bawa. Nanti pas saya nyapu dia saya taruh di tempat teduh. Jadi cuma ngeliatin aja. Di situ dia juga sering nangis tapi sebabnya saya enggak tahu."
"Namun dua bulan terakhir saya tinggal di rumah demi kesehatan ibu karena lagi wabah virus corona. Sehingga usai pulang saya buru-buru suapin ibu makan terus mandiin ibu," ungkapnya.
Ikhlas Uang Gaji Obati Ibu
Awal 2019, ketika kondisi Heriana semakin parah hingga kesulitan bicara, Hidayat tetap membawa ibunya ke tempat kerjaan.
Di tengah keterbatasan ekonomi sebagai petugas PPSU, Hidayat ikhlas gajinya untuk biaya kontrol sang ibu ke rumah sakit dua kali seminggu.
Cukup masuk akal jika Hidayat tak punya uang tabungan dan kendaraan untuk memudahkan mobilitasnya bekerja.
Ketika ibunya tak dibawa bekerja, Hidayat menggunakan ontel peninggalan ayahnya atau memilih berjalan kaki.
"Yang penting ibu sembuh dan saya tetap bisa rawat ibu serta penuhi kebutuhan ibu," begitu harapan Hidayat.
"Saya masih punya kaki buat jalan. Ada sepeda juga kalau lagi enggak bawa ibu. Makanya enggak pernah ambil pusing," imbuh dia.
Mengetahui perjuangan Hidayat, bekas rekannya sesama PPSU Kelurahan Gedong merasa terenyuh lalu membantunya.
Ia pun memberikan motor meski bukan baru untuk Hidayat pakai sebagai kendaraan operasional selama bekerja.
Sebelumnya, motor milik rekannya tersebut rusak dan berhasil diservis oleh Hidayat dan kembali berfungsi normal.
"Ini sebenarnya punya anak saya. Dia dulu PPSU di sini dan kenal Hidayat. Dia kasihan lihat Hidayat naik sepeda tua atau jalan kaki terus," kata Monalisa.
"Makanya dia berikan motornya buat Hidayat supaya dia bisa cepat pulang dan rawat ibunya," sambung dia.
Kurang lebih sudah satu setengah bulan terakhir Hidayat memakai motor putranya.
"Kebetulan kan ibunya enggak dibawa kerja karena rentan terkena Covid-19. Setidaknya, motor ini bisa bantu dia lebih cepat sampai ke rumah," ungkap Monalisa.
Hidayat mengaku merasa bersyukur dikasih motor dari rekannya.
"Alhamdulillah dikasih motor sama anaknya Bu Mona. Kalau beli sendiri saya belum bisa, sebab uang (gaji) saya habis buat beli popok ibu, bayar kontrakan, beli obat dan makan sehari-hari," jelasnya.
Sosok Bertanggung Jawab
Di balik sosok mulianya itu, Hidayat memiliki keterbatasan fisik, yakni kesulitan berbicara.
Sehingga orang lain membutuhkan waktu lebih lama guna memahami apa yang diutarakan oleh Hidayat.
Selama wawancara dengan TribunJakarta.com, Hidayat dibantu oleh pengawasnya bernama Waluyo.
"Dia dari kecil memang bicara seperti ini. Kalau ngomong sama dia, tangan kita juga berikan isyarat supaya dia paham," jelas Waluyo.
Meski begitu, Waluyo mengakui kinerja Hidayat patut diacungi jempol.
Selama lima tahun, tak pernah ada keluhan yang masuk di zona atau wilayah yang diamanatkan pada dirinya.
Sehingga, anggota PPSU lainnya selalu memberikan semangat dan tak sungkan membantu Hidayat di lapangan.
"Dia rajin dan bertanggung jawab. Hubungan semua PPSU sama Hidayat itu baik. Dianya juga mau belajar. Jadi untuk solidaritas PPSU tinggi ya," katanya.
Waluyo dan petugas PPSU lainnya selalu berkomunikasi melalui pesan WhatsApp ketika tak mengerti apa yang Hidayat maksudkan.
"Jadi kalau arah perbincangan sudah tak dia pahami, kita WA aja. Itu jadi trik PPSU di sini untuk tetap bisa komunikasi sama Hidayat juga," ungkap Waluyo lagi.
Sejauh ini, Hidayat hanya berharap bisa tetap bekerja sebagai PPSU untuk mencukupi semua kebutuhan ibunya.
Dengan begitu ia bisa tetap membelikan ibunya obat-obatan.
"Alhamdulillah saya selalu dikelilingi orang baik seperti Pak Waluyo. Saya cuma berharap bisa tetap punya pekerjaan demi ibu saya," aku dia.
Kemuliaan hati dan tindakan Hidayat saat ini langka tapi patut dijadikan teladan.