Digerogoti Penyakit Kronis, Penjual Lilin Keliling dan 4 Anaknya Hanya Makan Nasi-Garam
Apakah orang miskin dilarang sakit? Apakah orang miskin tak pantas mendapat pelayanan kesehatan seperti halnya kaum borjuis? Pertanyaan ini menjadi renungan bersama betapa besarnya ketimpangan sosial yang terjadi di negeri ini.
Sepenggal cerita pilu itu datang dari Dg. Jarung, yang kesehariannya berdagang lilin keliling. Tapi itu dulu, saat Dg. Jarung masih sehat bugar.Kini raganya tak sanggup lagi berkeliling mengais rezeki. Selama 2 tahun ini tubuhnya digerogoti penyakit kronis.
Dg. Jarung adalah ayah dengan 4 orang anak dan satu istri. Mereka tinggal di kontrakan reot nan sempit yang hanya berukuran 2×3 meter persegi di Jalan Ir Sutami (pinggir tol), Mulabaru RT 4 RW 5, Kota Makassar.
Uang modal berdagang lilin ludes dipakai untuk biaya berobat. Dg. Jarung sendiri tidak begitu mengerti penyakit jenis apa yang sedang menggerogoti tubuhnya.
Diakuinya, (maaf) setiap saat keluar kotoran bercampur darah dan nanah. Karena itu ia hanya bisa tergolek lemah. Bobot tubuhnya menurun drastis. Kurus kering, begitu kira-kira.
Nahasnya, sejak pria paruh baya itu jatuh sakit, tak ada lagi pencari nafkah di keluarga tersebut. Anak-anak Dg. Jarung masih kecil-kecil, bahkan si bungsu masih bayi.
Sehingga anak-anak dan istri bahkan Dg Jarung sendiri hari-harinya makan seadanya. Terkadang mereka hanya makan nasi dan garam. Padahal Istri Dg. Jarung punya bayi yang butuh ASI. Mereka hanya bisa makam jika ada keluarga atau tetangga yang memberi makanan.